OST Aladdin English Version
Aladdin: Misete age yo Kagayaku sekai Purinesesu Jiyuu no hana o hora Me o hiraite Kono hiroi sekai wo Mahou no Juutan ni mi wo makase | Aladdin: I'll show you the shining world Princess, look at the flower of freedom Open your eyes to this broad world Leave yourself to the magic carpet | |
Oozora Kumo wa utsukushiku Dare mo bokura Ikitome | A great sky; the clouds are beautiful No one to restrain Or tie us down | |
Jasmine:Oozora Megaku ramu keredo Tokimeku mune Hajimete Anata misete kureta wo A: (Sobarashi sekai o...) | Jasmine: A great sky; dazzling my eyes But for the first time, to my throbbing chest You've shown A: (A splendid world...) | |
J: Suteki sugite Shinjirare nai Kirameku hoshi wa daiyamondo (diamond?) ne | J: It's too wonderful, unbelievable The twinkling stars are diamond | |
A whole new world A: (Me o hiraite,) J: Hajimete wo sekai A: (Kowanara naide) J: Nagareboshi wa Fushigi na Yume ni michite iru yo ne... | A whole new world A: (Open your eyes) J: For the first time, to the world A: (Don't be afraid) J: The shooting stars, in a mysterious Dream, are brimming out... | |
A: Suteki na J: (Hoshi mo umi mo) A: Atarashii sekai J: (Douzoku no mama) Both: Fukai kiri de Ashita wo Issho ni mitsume yo |
OST. minky MOMO
DIRECT AND INDIRECT SPEECH
Direct Speech Simple present Present continuous Present perfect Present perfect continuous Simple past Past continuous Future Present | Indirect Speech Simple past Past continuous Past perfect Past perfect continuous Past perfect Past perfect continuous Past Past |
Direct Speech this = ini these = ini come = datang here = di sini, ke sini hence = dari sini hither = ke tempat ini ago = yang lalu now = sekarang today = hari ini tomorrow = besok yesterday = kemarin last night = tadi malam next week = minggu depan thus = begini contoh : He said, “I will come here”. | Indirect Speech that = itu those = itu go = pergi there = di sana, ke sana thence = dari sana thither = ke tempat itu before = lebih dahulu then = pada waktu itu that day = hari itu next day = hari berikutnya the previous day = sehari sebelumnya the previous night = semalam sebelumnya the following week = minggu berikutnya so = begitu He said that he would go there |
CODE BREAKER
Suatu hari Sakurakuouji melihat keluar jendela ketika menaiki sebuah bis untuk melihat seseorang dibakar hidup hidup dengan api biru oleh seorang anak laki-laki yang yang usianya sangat muda dan dia berdiri di dekat orang itu. ketika ia kembali ke tempat yang sama keesokan harinya. tidak ada bekas kejahatan apapun, hanya bekas api yang sangat kecil. Ketika Sakura masuk kelas, Ia ternyata sekelas dengan seorang anak laki-laki yang dilihatnya waktu itu. Sakura akhirnya tahu bahwa namanya adalah Oogami Rei, Code : Breaker keenam. Seorang Pembunuh bayaran dengan kemampuan aneh dan anggota dari organisasi rahasia yang melayani Pemerintah. yang disebut Eden
Riding the bus one day, Sakura Sakurakouji looks out the window to see people being burned alive with a blue fire as a boy her age remains unharmed and stands over the people. When she goes back to the site the next day, there are no corpses or evidence of any kind of murder, just a small fire. When Sakura goes to class, she discovers the new transfer student is the same boy she saw the day before. Sakura soon learns that he is Rei Oogami, the sixth "Code: Breaker," a special type of assassin with a strange ability and a member of a secret organization that serves the government.Jin Freaks
Dia adalah seorang Hunter Achaelogical dan motivasi Gon untuk menjadi Hunter karena tidak hadir dalam kehidupan Gon. Hampir tidak ada yang tahu tentang kecuali bahwa ia adalah seorang "Double Hunter" (dua bintang) dan memiliki kualifikasi, sesuai dengan Kite, untuk menjadi Hunter Triple (tiga bintang). Dia sangat kaya dan kuat sebagai presiden suatu negara. Semua informasi lainnya tentang dia diklasifikasikan bahkan dalam database Hunters resmi. Presiden Netero berkata kepada Bisuke bahwa Ging adalah salah satu dari lima pengguna Nen terbaik di dunia. Ia juga pencipta utama dari game Greed Island. Dia menyatakan bahwa dia tidak ingin melihat Gon karena dia terlalu malu pada dirinya sendiri karena tidak hadir dalam kehidupan Gon, namun ia bersedia untuk memungkinkan Gon untuk bertemu dengan dia setelah mengalahkan Greed Island jika ia sendirian.
Komentar Untuk Kode Etik Jurnalistik ( Sebuah Tugas )
Semenjak Orde baru berakhir, Tidak ada lagi kekuatan politik yang mengendalikan pemberitaan di media Informasi, Wartawan Indonesia mempunyai hak penuh dalam memberitakan kabar apapun terkait untuk mengisi ruang informasi Masyarakat baik cetak maupun elektronik. Siapapun berhak memberitakan apapun selama itu dirasa penting dan perlu atau sesuatu itu bernilai berita, apalagi sekarang ini muncul istilah citizen journalism ( warta warga ), jadi siapapun kini selain bisa mengakses informasi bahkan saat ini bisa mencari mengolah dan memproduksi sebuah muatan informasi yang bernilai berita baik secara cetak maupun elektronik, Kebebasan berekspresi, yang seperti ini bukan tanpa madhorot, seorang warga bisa saja mengupload ( Mengunggah ) video porno ariel/ Luna dan tentu hal itu bernilai berita. akan tetapi akankah ini tidak berdampak buruk bagi moral bangsa?. Setiap kebebasan perlu ada rem agar tidak kebablasan dan menabrak aturan hukum yang ada.
Kode Etik Jurnalistik hadir untuk menjawab persoalan tersebut, untuk membatasi dan mengontrol ekspresi wartawan agar pemberitaan yang dihasilkan tidak bertentangan dengan prinsip pancasila.
Akan tetapi, kode etik Jurnalistik yang ada masih sangat mengambang dan kurang spesifik, sanksi yang jika memang ada sanksi untuk pelanggaran atas tindakan pelanggaran kode etik jurnalistik, harusnya ada sanksi yang terperinci tentang pelanggaran tertentu dan sanksi hukkum apa yang bisa diterapkan untuk suatu pelanggaran tertentu.
Jika hati nurani yang digunakan sebagai tolok ukur, maka tidak akan ditemukan kejelasan akan adanya sanksi terhadap praktek jurnalistik yang menyimpang. karena seseorang mempunyai ukuran yang berbeda untuk menyatakan nurani.
Pemberendelan bukan lagi solusi karena tak ada lagi SIUP ( Surat Ijin Usaha Penerbitan), maka sanksi dengan jalan jalur hukum merupakan jalan terakhir akan semua persoalan yang berkaitan dengan pemberitaan, akan tetapi proses hukum Indonesia yang bisa diperjualbelikan membuat sanksi yang dikenakan bagi para pelanggar kode etik jadi kurang efektif.
PWI ( Persatuan Wartawan Indonesia ) sebagai pemangkuk wewenang atas Kode Etik Jurnalistik haruslah mempunyai standar khusus bila perlu, untuk mengetahui sudah separah apa pelanggaran yang dilakukan seorang wartawan. Standar itu juga bisa sebagai barometer penyiaran Indonesia agar Jurnalistik di Indonesia menjadi sarana pengembangan Sumber daya manusia yang reliabel ( terpercaya )
Agustiana Merdekasari ( 09210016 )
Sekilas Tentang Psikoanalisis
Psikonaliasis disebut-sebut sebagai kekuatan pertama dalam aliran psikologi. Aliran ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1890-an oleh Simund Freud, seorang ahli neurologi yang berhasil menemukan cara-cara pengobatan yang efektif bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan gejala neurotik dan histeria melalui teknik pengobatan eksperimental yang disebut abreaction, sebuah kombinasi antara teknik hipnotis dengan katarsis, yang dia pelajari dari senior sekaligus sahabatnya, Dr. Josef Breuer. Bersama-sama dengan Breuer, Freud menangani pasien-pasien dengan gangguan histeria yang menjadi bahan bagi tulisannya, :”Studies in Histeria”. Kerjasamanya dengan Jean Martin Charcot, dokter syaraf terkenal di Perancis, dia banyak menggali tentang gejala-gejala psikosomatik dari pasien-pasien yang mengalami gangguan seksual.
Verb
The verb tense shows the time of the action or state. Aspect shows whether the action or state is completed or not. Voice is used to show relationships between the action and the people affected by it. Mood shows the attitude of the speaker about the verb, whether it is a declaration or an order. Verbs can be affected by person and number to show agreement with the subject.
'DO', 'BE' and 'HAVE' are the English auxiliary verbs used in a negative structure, a question or to show tense.
DESCRIPTIONS OF ENGLISH AUXILIARY VERBS:
1/ 'DO', 'DON'T', 'DOES' and 'DOESN'T' are used for questions and negatives in the Present Simple Tense, and 'DID' and 'DIDN'T' are used in the Past Simple Tense.
2/ 'BE' is used with the Present Participle in Continuous (Progressive) Verbs. It is also used with the Past Participle in the Passive
3/ 'HAVE' is used with the Past Participle to form the Perfect Aspect.
('Smells' connects the subject to the adjective that describes it.)
The following are the principal Copula Verbs in English that can be used to connect the subject to an adjective:
Be; Look; Feel; Taste; Smell; Sound; Seem; Appear; Get; Become; Grow; Stay; Keep; Turn; Prove; Go; Remain; Resemble; Run; Lie
A Ditransitive Verb is one that takes both a direct object and an indirect object.
EG: He gave her the letter. ('The letter' is the direct object, what he gave, and 'her' is the indirect object, the person he gave it to. This sentence can also be written 'He gave the letter to her'.)
EG: He opened the door. ('Door' is the object of the action; it is affected by the operation.)
An intransitive verb is one that does not take an object.
EG: They arrived. (The verb does not require an object to complete it.)
They do not have a passive form.
- I read my newspaper.
- I always read in bed.
A dynamic verb is one that can be used in the progressive (continuous) aspect, indicating an unfinished action.
EG: She's lying on the bed. (An incomplete action in progress)
I go, she goes, he went - These verb forms are finite.
To go, going - These verb forms are non-finite.
An inchoative verb is a verb that describes a change of state.
EG: The apples ripened. (The apples became ripe.)
EG: He has aged a lot. (He has become old.)
An irregular verb is one that does not take the -ed ending for the Past Simple and Past Participle forms. Some irregular verbs do not change; put put put, while others change completely; buy bought bought, etc.
Irregular verbs fall into 5 categories:
The non-finite forms of a verb have no tense, person or singular plural. The infinitive and present and past participles are the non-finite parts of a verb; To do; doing; done
A regular verb is one that follows the pattern of taking -ed for the past simple and past participle (or -d if the verb ends in -e; smoke smoked).
EG: walk walked walked
As regular verbs follow a fixed pattern, there is no irregular verb list in existence.
A performative verb is a verb where saying it or writing it performs the action itself. If you say 'I resign', then saying it performs the act of resignation. In ceremonies like baptism, naming ships, etc, performative verbs are used.
eg: I would have told you, if you had wanted me to.
eg: Yes, I can do that.
A phrasal verb consists of a verb and a preposition or adverb that modifies or changes the meaning; 'give up' is a phrasal verb that means 'stop doing' something, which is very different from 'give'. The word or words that modify a verb in this manner can also go under the name particle.
Phrasal verbs can be divided into groups:
Intransitive verbs
These don't take an object
They had an argument, but they've made up now.
Inseparable verbs
The object must come after the particle.
They are looking after their grandchildren.
Separable verbs
With some separable verbs, the object must come between the verb and the particle:
The quality of their work sets them apart from their rivals.
In our phrasal verb dictionary, we classify these as Separable [obligatory]With some separable verbs, the object can before or after the particle, though when a pronoun is used it comes before the particle:
Turn the TV off.
Turn off the TV.
Turn it off.
In our phrasal verb dictionary, we classify these as Separable [optional]
EG: They own a cottage in Somerset. (The possession is a state and not an action. We cannot write this sentence in the progressive aspect)
NOUN TUGAS BAHASA INGGRIS
A noun is a word used to refer to people, animals, objects, substances, states, events and feelings. Nouns can be a subject or an object of a verb, can be modified by an adjective and can take an article or determiner.
Nouns may be divided into two basic groups:
eg: A horse Two horses
eg: milk; water; wood and air These nouns usually have no plural forms.
Uncountable Nouns are sometimes called mass nouns.
Proper nouns are always written with a capital letter. Nouns which are not written with a capital letter do not refer to the name of an individual person or thing and are called common nouns.
eg: Freedom; happiness; idea; music are all abstract nouns that have no physical existence.
An abstract noun can be either a countable noun or uncountable noun. Abstract nouns that refer to events are almost usually countable: a noise; a meeting.
An Adjective can sometimes function as a Noun; the young, the rich, etc. These are Adjectival Nouns, meaning the people who are young, the people who are rich, etc.
We use these for well-known things, some can be hyphenated and some are written as one word.
The company has decided to open ten new outlets.
The company have decided to open ten new outlets.
NB The police are here. ('police' has no singular form)
If a singular verb is used then the noun is seen as a single entity. If a plural verb is used, then the noun is seen as consisting of a group of individuals.
A noun which refers to people, animals and living beings is an animate noun. Inanimate nouns refer to things that are not alive.
A Substantive is a term covering all words that can function like a noun. Substantives include nouns, gerunds, adjectival nouns and pronouns.
A Gerund is a verb when it acts as a noun; gerunds can act as the subject or object of a main verb.
EG: Studying is good for you.
Gerunds are used after prepositions, but not usually after 'to'. The gerund looks identical to the present participle, which is used after the auxiliary verb 'to be', but are not the same as they do not function as main verbs. Gerunds are used after certain words and expressions, as is the infinitive, so it is useful to try to learn which form an adjective, etc., takes.
Formation:
Base Form + INGIf a verb ends with -e, it loses the last letter before adding the -ing suffix.
An Adjective can sometimes function as a Noun; the young, the rich, etc. These are Adjectival Nouns, meaning the people who are young, the people who are rich, etc.
TYPES OF PRONOUN:
1 Demonstrative Pronoun - this, that, these, those
2 Personal Pronoun - I, you, he, she, etc..
3 Possessive Pronoun - mine, yours, his, etc..
4 Reflexive Pronoun - myself, yourself, etc..
5 Interrogative Pronoun - who, what, where, etc..
6 Negative Pronoun - nothing, no, nobody, etc..
7 Reciprocal pronoun - each other, etc..
8 Relative Clause - who, whose, which, that, etc..
9 Quantifier - some, any, something, much, many, little, etc.
Dakwah di surat kabar : kajian kritis
January 11, 2010 in Uncategorized | Tags: dakwah, surat kabaR
NIM : 08 KOMI 1374
Surat kabar atau biasa disebut koran merupakan salah satu media cetak berisikan artikel-artikel yang memuat tulisan tentang peristiwa atau berita penting terhangat seputar kehidupan manusia. Topik umum yang sering ditampilkan dalam surat kabar adalah politik, kriminalitas, bisnis, seni, sosial, dan olahraga.
Pada pertengahan abad ke-XIX di negara-negara Barat, pers disebut sebagai kekuatan yang keempat, setelah eksekutif, yudikatif dan legislatif. Hal ini menunjukkan kekuatan pers dalam melakukan advokasi dan menciptakan isu-isu politik. Karena itu tidak mengherankan bila pers sering ditakuti, atau malah “dibeli” oleh pihak yang berkuasa.
Dalam ranah dunia pemberitaan saat ini, kelebihan media online yang bisa menyajikan berita secara cepat dan real time, memang takkan bisa ditandingi media cetak, keberadaan internet disinyalir akan menghabisi eksistensi media cetak, seiring dengan semakin maju dan murahnya teknologi pendukung ditambah dengan belomba-lombanya sejumlah surat kabar meluncurkan versi media online dimana versi tercetak di-posting secara online di situs media bersangkutan. Namun dalam pandangan yang lain mengatakan bahwa memang benar pamor media online akan terus menanjak tetapi bukan berarti media cetak akan segera punah. Media cetak dan media online akan berjalan saling melengkapi.
Sejalan dengan itu dalam pandangan Islam, bahwa segala bentuk aktivitas yang mengandung nilai-nilai kebajikan dan membendung bentuk-bentuk kejahatan, merupakan manifestasi dari amar ma’ruf nahi munkar. Sedangkan aktivitas yang memiliki dimensi amar ma’ruf nahi munkar dalam perspektif Islam dikenal atau disebut dengan berdakwah.
Jadi karena itu dakwah melalui surat kabar tidak mesti lewat artikel-artikel keagamaan yang syarat dengan kajian al Qur’an semata. Karenanya makalah ini mencoba melihat sisi-sisi surat kabar yang dapat dijadikan sebagai penyampai dakwah kepada masyarakat.
1. DAKWAH MELALUI TULISAN
Kata dakwah dalam bahasa Arab berasal dari kata da’wat atau da’watun yang berarti: undangan, ajakan, seruan. Dari sekian banyak definisi dakwah yang dirumuskan oleh pakar dakwah dapat disimpulkan bahwa pada intinya dakwah adalah mengajak manusia kejalan Allah agar mereka berbahagia di dunia dan di akhirat.
Dalam pengertian yang lebih luas bahwa dakwah tidak hanya terbatas pada ceramah dan pidato yang didalamnya terdapat penyampaian ayat-ayat suci al Qur’an dan Hadis, tetapi menyangkut seluruh aktivitas manusia yang tujuannya untuk memberikan pengaruh ‘perubahan’ pada tingkah laku manusia, kepada yang lebih baik , seperti menulis cerpen pada sebuah surat kabar, dialog dari hati kehati dengan pecandu narkoba, pembangunan sarana rekreasi yang menjunjung tinggi norma-norma agama dan lain-lain.
Jika kita cermati fakta di masyarakat, tak dipungkiri bahwa dakwah bil lisan masih mendominasi dibanding dakwah tulisan. Mungkin karena berbicara itu jauh lebih mudah ketimbang menulis, sehingga menjadi pilihan banyak orang. Bukan berarti kita merendahkan kontribusi para mubaligh yang menggunakan metode lisan, tapi alangkah bagusnya jika diringi dengan tulisan.
Perlu disadari pula, bahwa berdakwah dengan tulisan itu tidak melulu dalam bentuk ulasan keagamaan yang sarat dengan ayat-ayat al Quran, hadis-hadis, maupun fatwa-fatwa ulama. Untuk menyentuh dan menarik minat berbagai kalangan atau lapisan masyarakat, kita bisa lebih ‘cair’ serta fleksibel. Misalnya melalui puisi (sebagaimana dilakoni Emha Ainun Nadjib, KH Mustafa Bisri, Taufik Ismail, Eza Thabry Husano, Abdurraham El-Husein, dll), cerpen (sebagaimana dilakukan Danarto, Ahmadun Yosi Herfanda, Helvy Tiana Rosa beserta anggota Forum Lingkar Pena lainnya), novel (sebagaimana digeluti Pipiet Senja, Habiburrahman El Shirazy, dll). Atau, memotivasi orang agar giat bekerja dan optimis menyongsong masa depan (sebagaimana digalakkan Toto Tasmara), memberikan kiat-kiat bagaimana membentuk keluarga sakinah dan mendidik anak yang baik (sebagaimana ditekuni Mohammad Fauzil Adhim) juga bagian dari dakwah. Bahkan tulisan humor yang bisa membuat orang sedih jadi ketawa, dapat dikategorikan dakwah. Intinya, tulisan apapun yang mampu menghantar orang pada kualitas kehidupan yang lebih baik itu adalah dakwah.
Artinya, dakwah yang dikemas dalam bentuk tulisan jauh lebih tahan lama dibanding melalui lisan. Daya jangkaunya juga lebih luas, menembus sekat ruang dan waktu. Buktinya, tulisan para ulama yang dibuat ratusan tahun silam masih bisa dinikmati oleh generasi kini dan generasi yang akan datang, sepanjang karya-karya itu dibaca, maka sepanjang itu pula dakwahnya tetap berjalan dan sepanjang itu pula ia masih mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat, Jasad penulis boleh terkubur, tapi karya dan tulisannya akan senantiasa langgeng.
Naiklah kereta bawah tanah di Tokyo. Sepuluh tahun lalu, hampir sebagian besar penumpangnya, baik tua dan muda, tunduk dan asyik membaca buku, majalah, surat kabar, dan komik. Kini yang ada di tangan mereka adalah handphone, i-pod, note-book.
Media cetak, sedang menghadapi cobaan berat. kehadiran media baru (new media), seperti internet, telepon genggam, i-pod, radio satelit, dan munculnya sebuah generasi yang berbeda dalam mengonsumsi informasi telah memaksa media cetak untuk berpikir keras menata kembali posisinya agar tetap relevan bagi konsumennya.
Datangnya era jurnalisme warga (citizen journalism) juga memaksa media tradisional mengubah pola pikir sebagai satu- satunya alternatif penyampai ”kebenaran”. Namun, tantangan terberat berikutnya adalah datangnya krisis ekonomi global. bagi media cetak, harga kertas impor terus membubung, pemasukan iklan menurun drastis, dukungan distribusi semakin mahal, sementara sirkulasi umumnya stagnan, kalau tidak anjlok.
Menurut Timothy Balding, CEO Asosiasi Surat Kabar Dunia, di beberapa negara sedang berkembang, pasar surat kabar bahkan meningkat, dengan sangat meyakinkan. Ketika menyampaikan laporan mengenai kemajuan industri persuratkabaran dunia, Balding mengemukakan berbagai fakta bahwa bisnis surat kabar kini menjadi lebih bergairah, termasuk di negeri maju yang masih menunjukkan pertumbuhan sirkulasi. Semakin menguatnya media digital malah mendorong media cetak yang bagi mayoritas pembaca dianggap sebagai bagian tidak terpisahkan dari sumber informasi mereka. Balding tentu tidak sekadar asal bunyi, Ia membeberkan data betapa surat kabar di seluruh dunia menunjukkan kebangkitan kembali. Pada 2006, sirkulasi koran di seluruh dunia meningkat 2,3%, dan selama lima tahun terakhir naik 9,48%. Peningkatan terjadi di Asia, Eropa, Afrika, dan Amerika Selatan. Satu-satunya yang menunjukkan penurunan hanyalah Amerika Utara. Pendapatan iklan koran di seluruh dunia pun meningkat 3,77% tahun lalu atau naik 15,77% dalam lima tahun terakhir. Di Asia Tenggara, selama lima tahun terakhir, Malaysia mencatat pertumbuhan penjualan 19,97%, Singapura 0,48%, dan Thailand 12,31%. Tetapi tidak disebutkan data penjualan surat kabar di Indonesia.
Di Indonesia, misalnya, tantangan industri pers sampai tahun 1998 adalah memperjuangkan kebebasan dirinya. Tonggak kebebasan itu ditandai dengan jatuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998. Media ikut berperan dalam penetapan agenda-setting perjalanan demokrasi di Indonesia. Dan, menjaga apa yang telah diraih dalam proses reformasi, seperti: memberi peran yang lebih besar bagi masyarakat madani, mencegah militer kembali ke panggung politik, menjamin proses checks and balances di antara tiga pilar kekuasaan, menjunjung penegakan hukum dan penghormatan pada HAM—semua itu menjadi prioritas utama pers Indonesia.
Hingga saat ini Indonesia masih berjuang melawan tingkat buta huruf, yaitu sekitar 11 juta orang, dengan usia 15 tahun ke atas. Tingkat akses terhadap internet pun masih rendah, hanya sekitar 25 juta, atau sekitar 11 % dari populasi yang berjumlah 228 juta orang. Dengan kata lain, kalaupun saat ini media cetak sedang ”berdarah-darah”, hal itu lebih dikarenakan faktor resesi ekonomi. Namun, tidak berarti media cetak akan ”mati”
Setidaknya hingga saat ini terutama diwilayah Sumatera Utara khususnya kota Medan dan sekitarnya, bahwa surat kabar masih mendominasi sebagai bahan bacaan pada fasilitas-fasilitas umum, seperti kantor pemerintah, bank, rumah makan, pangkas, kedai kopi, lapo tuak, dan lain lain. Hanya sebagian kecil plaza, hotel dan rumah makan siap saji yang menyiapkan perangkat wi fi atau jasa internet.
Karena keberadaan itu, surat kabar tetap relevan dijadikan sebagai media dakwah dalam berbagai segi dan situasi. Cukup banyak sisi surat kabar yang dapat dijadikan sebagai penyampai dakwah kepada masyarakat seperti motto, penyusunan kata dalam berita, penempatan gambar, dan lain-lain.
Surat kabar adalah suatu penerbitan yang ringan dan mudah dibuang, biasanya dicetak pada kertas berbiaya rendah yang disebut kertas koran, yang berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik. Topiknya bisa berupa even politik, kriminalitas, olahraga, tajuk rencana, cuaca. Surat kabar juga biasa berisi kartun, TTS dan hiburan lainnya.
Ada juga surat kabar yang dikembangkan untuk bidang-bidang tertentu, misalnya berita untuk industri tertentu, penggemar olahraga tertentu, penggemar seni atau partisipan kegiatan tertentu.
Jenis surat kabar umum biasanya diterbitkan setiap hari, kecuali pada hari-hari libur. Surat kabar sore juga umum di beberapa negara. Selain itu, juga terdapat surat kabar mingguan yang biasanya lebih kecil dan kurang prestisius dibandingkan dengan surat kabar harian dan isinya biasanya lebih bersifat hiburan.
Perkembangan teknologi modern (komputer, internet, dll) kini memungkinkan pencetakan surat kabar secara simultan di beberapa tempat, sehingga peredaran di daerah-daerah yang jauh dari pusat penerbitan dapat dilakukan lebih awal. Misalnya, koran Republika yang pusatnya di Jakarta, melakukan sistem cetak jarak jauh (SCJJ) di Solo. Koran International Herald Tribune yang beredar di Indonesia dicetak dan diterbitkan di Singapura, padahal kantor pusatnya berada di Paris.
Di satu pihak sistem ini menolong beredarnya koran-koran kota besar di daerah-daerah dengan lebih tepat waktu. Namun di pihak lain, koran-koran daerah banyak yang mengeluh karena hal ini membuat koran-koran besar semakin merajai dan mematikan koran-koran daerah yang lebih kecil.
Kegiatan berdakwah dalam beberapa hal dapat dilihat sebagai kegiatan komunikasi. Dalam kegiatan komunikasi hendaknya disadari bahwa faktor kecanggihan medium – sebagai imbas perkembangan teknologi komunikasi – bukanlah satu-satunya determinan yang menentukan sukses tidaknya suatu aktivitas komunikasi. Sebab, dalam setiap proses komunikasi, setidak-tidaknya ada lima komponen komunikasi yang harus diperhatikan, yaitu: komunikator, isi pesan, medium, komunikan dan feedback (umpan balik).
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana meningkatkan efektifitas dakwah, atau bagaimana proses dakwah tersebut bisa mencapai tujuannya. Beberapa hal di bawah ini mungkin perlu di perhatikan .
Pertama, makna komunikator harus diperluas. Kalau selama ini kita cenderung melihat komunikator atau penyampai pesan hanyalah mereka yang dapat disebut ulama, atau mubaligh di majelis taklim, mimbar-mimbar masjid dan musholla, maka makna itu sebaiknya diperbesar. Kita harus mempersepsikan bahwa sesungguhnya kita semua mempunyai tugas keda’ian. Seorang wartawan yang menyadari kebesaran Allah SWT lewat kesempurnaan sebab akibat dan kronologis suatu kejadian/peristiwa, dapat berdakwah dengan menyampaikan “kesadarannya” itu pada khalayak melalui etika pemberitaan menurut norma-norma agama. Negarawan, peneliti, teknolog dan sebagainya semuanya dapat melaksanakan peran-peran keda’ian pada bidang keahlian dan tekunannya masing-masing.
Kedua, isi pesan juga perlu terus diperluas. Isi pesan dakwah diharapkan tidak semata menyampaikan al-Quran, Hadis, dalam arti secara harfiah membaca/menyebutkan ayat suci al-Qur’an. Dengan tidak memungkiri bahwa sumber baku dakwah itu adalah al –Qur’an dan Hadis. Isi pesan dakwah harus dipahami yaitu segala sesuatu yang dapat memberikan pencerahan hati dan pikiran masyarakat, baik melalui perkataan, tulisan dan perbuatan. materi dakwah pun sebaiknya harus dapat menyahuti kebutuhan dalam konteks kekinian sesuai dengan perkembangan zaman.
Ketiga, media untuk menyampaikan pesan dakwah juga perlu diperluas maknanya. Semua jenis media massa, seperti radio, televisi, surat kabar, majalah dan seterusnya mestinya dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan dakwah. Tentu saja kontak interpersonal tak kalah pentingnya. Perbuatan atau prestasi baik dalam satuan-satuan kerja dan pengabdian kita pun dapat dijadikan sebagai suatu media dakwah.
Keempat, khalayak atau target audience juga perlu diperluas maknanya. Selain komunitas masjid, langgar, musholla, majelis taklim, juga mereka yang berada di tempat-tempat lain seperti di kantor, perusahaan, rumah sakit dan sebagainya. Tentu saja dengan cara ataupun pendekatan yang berbeda-beda. Semua anggota masyarakat, sebagai individu atau kelompok, yang kaya dan miskin, di kota metropolitan dan di desa terpencil, seharusnya terjangkau oleh dakwah dengan medium dan materi yang sesuai.
Surat kabar biasanya dicetak pada kertas murah yang disebut kertas koran. Sejak 1980-an, industri surat kabar berubah dari percetakan berkualitas rendah ke percetakan dengan kualitas tinggi dengan proses empat warna dan offset printing. Kehadiran komputer, word processing software, graphics software, kamera digital, dan digital prepress and typesetting semakin memajukan percetakan surat kabar. Teknologi tersebut membuat surat kabar mampu mencetak foto dan grafik berwarna dengan layout yang inovatif dan desain yang semakin baik.
Perwajahan media massa cetak khususnya surat kabar nampak semakin memanjakan konsumennya. Perwajahan adalah penyusunan unsur-unsur desain berupa garis, bidang, warna ke dalam suatu halaman yang disebarkan melalui media cetak secara kasatmata (visual). Lebih sederhana lagi bahwa perwajahan adalah proses rancang, olah grafis dan tata letak (lay out) halaman surat kabar.
Kehadiran perwajahan sebenarnya bukan sekadar tindakan kreatif penggabungan antara kecendikiaan dan keterampilan artistik dan tidak hanya dimaksudkan untuk memasukkan berita, foto, ilustrasi, dan iklan, tetapi ada tugas yang lebih berat, yaitu bagaimana perwajahan dapat menambah daya serap penerimaan pesan di dalamnya.
Berkomunikasi secara grafis dalam perwajahan, seyogianya direka sedemikian rupa sesuai keinginan khalayak pembaca, agar berdampak seperti yang diharapkan. Perwajahan dapat berperan sebagai katalisator penyampaian pesan sebuah media cetak. Memakai rancang perwajahan yang tepat berarti kandungan informasi yang dimilikinya, semakin efektif dan efisien diterima masyarakat, sehingga mampu membentuk perasaan, sikap, perilaku, dan pola pikirnya.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, perwajahan dilihat dari perspektif dawkah adalah kegiatan yang tidak berhenti pada fungsi desain grafis dan lay out saja. Selanjutnya perwajahan akan berperan sebagai bagian dari efektivitas keterbacaan media (channel) dalam penyampaian pesan dari si pembuat pesan (komunikator) kepada sasarannya (komunikan) dalam kegiatan dakwah.
Dalam Islam istilah komunikasi dapat ditemukan padanannya dengan dakwah. Dimana adanya proses interaktif dan kontak sosial yang mentransformasikan berbagai pesan dan informasi yang mengalir dari berbagai sumber kepada khalayaknya.
Pada taraf berikutnya, dijabarkan secara lebih mendalam bahwa perwajahan yang bernuansa dan berdasarkan konsep agama merupakan sarana dakwah untuk menghasilkan suatu tanggapan positif dari khalayak. Sehingga dengan bentuk perwajahan yang berkonsentrasi dimensi dakwah menimbulkan simpati dan bujukan terhadap pembaca untuk menerima pesan dan dakwah media cetak tersebut.
Meskipun perwajahan memberi kesempatan berekspresi secara verbal dan non verbal, sebagai alat katalisator penerimaan pesan dari sebuah media cetak, perwajahan harus tetap berada dalam koridor dan batas-batas komunikasi, dimana pesan haruslah menimbulkan pengaruh. Seperti dikemukakan Lasswell komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media sehingga menimbulkan efek tertentu
Dengan demikian, desain perwajahan bukan hanya semata memoles surat kabar agar indah dan menarik, tetapi dalam konteks dakwah bagaimana agar desain perwajahan itu dapat diiringi dengan ajakan, himbauan, dan bimbingan terhadap khalayak menuju kehidupan lebih baik sesuai tuntunan Agama.
Berita berasal dari bahsa sansekerta “Vrit” yang dalam bahasa Inggris disebut “Write” yang arti sebenarnya adalah “Ada” atau “Terjadi”.Ada juga yang menyebut dengan “Vritta” artinya “kejadian” atau “Yang Telah Terjadi”. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, berita berarti laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat .
Dewasa ini, untuk kalangan tertentu yang memahami betul gerak-gerik pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita menyimpan ideologis/latar belakang seorang penulis. Seorang penulis pasti akan memasukkan ide-ide mereka dalam analisis terhadap data-data yang diperoleh di lapangan. Ternyata penyampaian sebuah berita menyimpan subjektivitas penulis. Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita hanya dinilai apa adanya. Berita dipandang sebagai barang suci yang penuh dengan objektivitas.
Analisis terhadap isi berita ini, akan mengantar pembaca kepada pemahaman tentang latar belakang seorang penulis berita. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap pembaca. Pembaca akan lebih memahami tafsir berita, kenapa dan mengapa beirta itu ditulis dan disebarkan kepada khalayak. Sehingga pembaca dapat menghindari masuknya idiologi penulis berita. Dengan analisis berita ini diharapkan Pembaca telah memiliki filter dalam menyikapi pemberitaan dalam media massa.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menganalisa berita, yaitu analisis isi (content analysis), analisis bingkai (frame analysis), analaisis wacana (disccourse analysis), dan analisis semiotik (semiotic analysis). Semuanya memiliki tujuan yang berbeda-beda, disesuaikan dengan target pelaku analisis.
Pada sisi lain jurnalis muslim yang juga bertindak sebagai da’i, misi dakwah harus tetap berjalan dalam sebuah pemberitaan. Unsur berita 5W 1H dapat dijadikan sebagai alat untuk memasukkan misi dakwah, yaitu dengan menonjolkan positif-negatif diantara 5W 1H. secara perlahan positif akan menjadi panutan dan negative akan ditinggalkan khalayak.
Sesunggunya cukup banyak isi surat kabar yang dapat dijadikan sebagai media dakwah dalam artian rubrik atau kolom-kolom yang ada, dapat dijadikan sebagai media dakwah. Dalam konteks ini kita mencoba melihat pada surat kabar WASPADA yang terbit di Medan. Seperti Kolom Albayan, yang coba melihat kajdian yang sedang hangat di perbincangkan korelasi dengan Al qur’an dan Hadis, Sejarah dan lain-lain.
Sebelum dipublikasikan menjadi sebuah berita, informasi harus melewati berbagai tahapan seleksi terlebih dahulu. Pada akhirnya, ada informasi yang lolos dari tahap seleksi kemudian diangkat menajdi berita, dan ada informasi yang tidak lolos tahap seleksi. Hal ini dikarenakan tidak tersedia cukup waktu dan tempat di dalam media massa.. Fungsi pengaturan tempat dan waktu ini berkaitan dengan fungsi redaksi sebagai penjaga gawang informasi (gatekeeper) yang menepis berita-berita masuk, Media melalui kegiatan yang disebut gatekeeping mengontrol akses khalayak terhadap berita, informasi, dan hiburan.
Bila dikaitkan dengan teori komunikasi massa, maka hal ini bersesuaikan dengan Agenda Setting Theory, yaitu suatu theory yang meyakini dan meramalkan bahwa media tidak mempengaruhi sikap khalayak, namun media berpengaruh terhadap apa yang dipikirkan khalayak. Dengan kata lain, media mempengaruhi persepsi khalayak tentang hal yang dianggap penting. Singkatnya, media memilih informasi dan berdasarkan informasi dari media, khalayak akan membentuk persepsi tentang peristiwa.
Singkatnya dapat dikatakan bahwa media mampu menggiring opini publik kepada suatu fakta tertentu melalui setting terhadap informasi yang akan dijadikan sebagai berita. Maka pada tahap inilah misi dakwah dapat berjalan, informasi yang dianggap tidak tidak memihak kepada dunia muslim dapat ditunda pemberitaannya dan beralih kepada pemberitaan yang bernilai dakwah.
Menurut Dedi Muliyana, semestinya pers memiliki misi yang mulia, yakni turut memberikan solusi atas konflik yang terjadi, bukan justru melaporkan segi-segi yang menarik dan dramatic semata-mata dengan tujuan untuk meningkatkan pasar. Para pengelola Pers (pemodal, redaktur, dan wartawan) perlu memiliki watak “ke-indonesiaan” yang murni dan konstruktif untuk turut membangun indonesi yang bersatu, berdaulat dan berkeadilan
Dari uraian diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa meskipun surat kabar dan media cetak lainnya sedang dalam gempuran media online, tetaplah efektif dijadikan sebagai media dakwah, bukan saja tulisan/artikel yang secara khusus membahas bidang agama, menurut kami desain perwajahan surat kabar yang dipoles dengan norma-norma agama, sistematika penulisan pemberitaan yang mengedepankan sisi positif/negative secara lugas, cerdas dan berani serta kemampuan jurnalis muslim untuk menyatakan dan mengungkap sebuah kebenaran berdasarkan fakta dan realita adalah juga disebut prilaku dakwah.
Pada posisi ini seorang wartawan muslim harus mampu memprediksi efek-efek pemberitaan yang ditulisnya. Apakah efeknya akan membentuk opini negative atau positif terhadap Islam.
Berita bukanlah sesuatu yang begitu saja muncul suci dan bersih, tanpa mengandung maksud-maksud tertentu, ia hadir sebagai sebuah fakta yang dapat setir kemana saja, subjektikvitas jurnalis (institusi media) sedikit atau banyak berbaur didalamnya, karenanya ilmu analisis berita seperti content analysis, frame analysis, disccourse analysis, dan semiotic analysis, perlu dikembangkan terutama bagi para pelajar dan generasi muda Islam, sekaitan dengan perkembangan media komunikasi yang semakin pesat.
Peran pemodal, redaktur dan wartawan dalam penyajian informasi juga turut mewarnai model dan bentuk informasi yang akan dipublikasikan, tarik menarik ketiga komponen tersebut menjadi ciri khas tersendiri bagi sebuah media surat kabar.
Darmanto, Membongkar Ideologi Di Balik Penulisan Berita Dengan Analisa Framing, Univrsitas Brawijaya, makalah, 2004.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka) 2005.
Effendy, Onong Uchyana. Ilmu, Teori & Filsafat Komunikasi (Bandung: Citra Aditya Bakti) 1993.
Habib, M. Syafa’at: Buku Pedoman Dakwah (Jakarta : Widjaya) 1999.
Marwah Daud Site, Dakwah di Era Informasi, http://marwahdaud.com. diakses pada tgl. 14 Mei 2009.
Muliyana, Deddy, Komunikasi Massa : Kontroversi, Teori dan Aplikasi (Bandung : Widya Padjadjaran) 2008.
Myrna Ratna Site, etika jurnalisme, http://Myrnaratna.wordpress.com. diakses pada tgl. 14 Mei 2009.
Hasan Aspahani Site, Unsur Dasar Desain Surat Kabar, http://blogspot.com/2008/09/20/unsur-dasar-desain-surat-kabar.html. diakses pada tanggal 14 Mei 2009.
Kries07 site, pengertian-berita, http://kries07.blogspot.com/2009/02/pengertian-berita.html diakses pada Tgl. 14 Mei 2009.
Wikipedia site, Koran, http://id.wikipedia.org/wiki/Koran diakses pada tgl. 14 Mei 2009.
Fenomena Cybermedia dalam Dunia Pendidikan
balik. Untuk itu biasa digunakan landasan konseptual, setidaknya ada 2 pandangan yaitu :
1. media membentuk (moulder) atau mempengaruhi masyarakat,
2. ataukah sebaliknya sebagai cermin (mirror) atau dipengaruhi oleh realitas masyarakat.
Dalam bahasa sederhana, apakah media massa menjadi penyebab rusaknya masyarakat, ataukah media massa hanyalah mencerminkanwajah codet masyarakat
Dua landasan ini menjadi titik tolak dari bangunan epistemogis dalam kajian media, yang mencakup ranah pengetahuan mengenai hubungan antara masyarakat nyata (real) dengan media, antara media dengan masyarakat cyber, dan antara masyarakat real dengan masyarakat cyber secara bertimbal-balik.
Pandangan pertama, bahwa media membentuk masyarakat bertolak dari landasan bersifat pragmatis sosial dengan teori stimulus – respons dalam behaviorisme. Teori media dalam landasan positivisme ini pun tidak bersifat mutlak
Varian pengaruh media massa terdiri atas 3 :
- menimbulkan peniruan langsung (copycat),
- menyebabkan ketumpulan terhadap norma (desensitisation),
- terbebas dari tekanan psikis (catharsis)
adalah dalam menyampaikan dan memelihara dominasi ideologi borjuis, membentuk dan
memelihara ideologi dominan atau nilai arus utama (mainstream) dalam masyarakat.
Pandangan kedua menempatkan media sebagai teks yang merepresentasikan makna, baik
makna yang berasal dari realitas empiris maupun yang diciptakan oleh media.
Dengan demikian realitas media dipandang sebagai bentukan makna yang berasal dari masyarakat, Dari sini media dilihat pada satu sisi sebagai instrumen dari kekuasaan
(ekonomi dan/atau politik) dengan memproduksi budaya dominan untuk pengendalian (dominasi
dan hegemoni) masyarakat, dan pada sisi lain dilihat sebagai institusi yang memiliki otonomi
dan independensi dalam memproduksi budaya dalam masyarakat.
Pandangan lain dengan determinasi teknologi, keberadaan media komunikasi massa dilihat
sebagai fenomena yang dibentuk oleh perkembangan masyarakat. Teknologi mengubah
konfigurasi masyarakat, mulai dari masyarakat agraris, industrial sampai ke masyarakat
informasi. Dalam perubahan tersebut teknologi komunikasi berkembang sebagai upaya manusia
untuk mengisi pola-pola hubungan dalam setiap konfigurasi baru.
Pengaruh perkembangan teknologi ada dua tingkat : secara
struktural, yaitu faktor teknologi yang mengubah struktur masyarakat, untuk kemudian
membawa implikasi dalam perubahan struktur moda komunikasi.
Kedua, perubahan moda komunikasi secara kultural membawa implikasi pula pada perubahan cara-cara pemanfaatan informasi dalam masyarakat. Dengan begitu determinasi teknologi dalam konteks komunikasi
dapat dilihat dalam urutan berpikir: dari perubahan struktur masyarakat, struktur moda
komunikasi dalam masyarakat, dan cara pemanfaatan informasi.
Selain itu ada pula pandangan dengan urutan sebaliknya: dari pemanfaatan informasi,
membawa perubahan masyarakat, dan untuk kemudian mempengaruhi perkembangan teknologi.
Pandangan ini menempatkan media massa dapat membentuk masyarakat melalui realitas psikhis
dan realitas empiris sehingga terdapat daya kreatif person maupun kolektifitas.
Makalah disampaikan pada Konvensi Nasional Kesehatan Jiwa II “Our Nation at Risk – Kesehatan Jiwa
Masyarakat, Kesehatan Jiwa Bangsa”, Jakarta 9 – 11 Oktober 2003
KOrban Sistem
Semenjak IAIN beubah menjadi kampus UIN, banyak sekali berubahan yang terjadi dalam segala sistem di DALAM KAMPUS Islam ini termasuik komputerisasi, komputerisasi sangatlah penting dalam kehidupan kependdikan dalam era Global akan tetapi, kekacauan yang ditimbulkan tidaklah sdikit apabil tidak diimvangi dengan keempurnaannya, seharunya sistem yang baik harus disertai dengan uji kelayakan yang benar pula, terutama sistem informasi yang melingkupi hajat hidup orang banyak, SIA ( Sistem Informasi Akademik UIN Sunan Kalijaga misalnya, ketidaksempurnaan sistem telah menimbulkan banyak korban, saha satunya adalah sahabat saya, sebut saaja namaya Syifa, dia menjadi korban ketika input KRS, karena sulit menemui PA, maka ia berinisiatif untuk mengambil bebrapa matakuliah yang bisa ia ambil, maka diapun mengambil mata kuliah semester atas agar sesuai dengan jadwal kerjanya, matakuliah semester atas pun dia ambil. setelah tiba masa kuliah dia masuk kelas sesuai matakuliah yang dia ambil, teryata 4 dari sks yang dia ambil tak dapat ia ambil, otomatis dia harus mendelete 4sks yangd ia ambil, betapa malangnya kesempatan belajar harus melayang hanya karena sistem yang seharusya bisa mengatur itu agar tidak bisa dimabil menjadi bisa dimbil, kisah ini seharusnya dapat menjadi bahan pembelajaran bersama, jangan sampai lobang ini ternganga kemudian berjatuhan korban2 yang lainnya saya bangga menjadi mahasiswa UIN sunan kalijaga, akan tetapi sistem tak mampu memeuhi tuntutan kami.
Kami masih bertanya-tanya kenapa sistem bisa mendelete tapi mengapa sistem tidak bisa mengganti, jika memang itu yang terjadi, kami sebagai akademisi harus bisa mengetahui secara kritis apa yang sebenaranya terjadi dengan SIA, "man behind the gun", selalu ada dalam kasus kerusakan sistem. lalu sebenarnya Who is the man Behind SIA..? semoga permasalahan ini segera terjawab....
WE HAVE TO KNOW THE TRUTH ...